Pages

Selasa, 28 Februari 2012

Jejak Langkah Bangsa di Linggarjati

  1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
  2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
  3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
Dulu zaman masih sekolah saya pernah ngapalin mati-matian kalimat-kalimat di atas, yang merupakan sebagian isi dari naskah Persetujuan Linggarjati. Saat itu boro-boro saya tahu Linggarjati itu tepatnya di mana, bagaimana cara menuju ke sana: naik ojek atau tinggal turun dari angkot, lalu gimana bentuk tempatnya. Saya tidak punya gambaran apapun tentang Linggarjati.
Namun setelah sekian tahun berlalu dan isi perjanjian Linggarjati itu terlupakan, saya malah kembali menemukan ingatan susah-payahnya saya ketika belajar sejarah di sekolah. Memasuki rumah sederhana bergaya klasik, saya berhasil menemukan tempat dilangsungkannya Perundingan Linggarjati yang dulu sempat tidak terbayang ketika belajar sejarah dari buku diktat.
Berada di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, tempat berlangsungnya perundingan di masa pasca kemerdekaan Indonesia itu telah dialihfungsikan menjadi museum, yang bernama Linggarjati. Di dalam Museum Linggarjati tersimpan koleksi-koleksi sehubungan jejak rekam dari pelaksanaan perundingan di masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Satu era dimana tergambar jelas bagaimana perjuangan bangsa Indonesia untuk mendapatkan pengakuan status kemerdekaan yang hakiki. Saat awal-awal kemerdekaan memang kondisi Indonesia tidak serta merta langsung merdeka seutuhnya, namun masih terjadi konflik antara Belanda yang datang dengan memboncengi (tentu saja nggak pake ojek dan becek) tentara sekutu  ke Indonesia dalam masa status quo telah memercikan api peperangan, seperti yang terjadi di Surabaya yang kemudian terkenal dengan peristiwa 10 November.
Perundingan Linggarjati merupakan salah satu bentuk perjuangan tanpa mengangkat senjata. Lewat cara diplomasi Indonesia berjuang untuk mendapatkan haknya. Saat itu delegasi Indonesia untuk perundingan Linggarjati ini diwakili oleh Sultan Syahrir. Sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn dan H.J. Van Mook dan pihak Inggris bertindak sebagai mediator. Meskipun memang kenyataannya selepas beberapa bulan dari perundingan ini meletus Agresi Militer I karena pihak Belanda menyatakan tidak terikat lagi dengan isi perjanjian, namun bagi saya bangunan sederhana di Linggarjati tersebut telah merekam bagaimana jejak langkah perjuangan Bangsa Indonesia untuk merdeka seutuhnya.

Tidak ada komentar: